Jumat, 20 November 2009

Bulan kedua belas Dzulhijjah dan Amalan didalamnya

Allah menjadikan alam dan makhluk didalamnya penuh dengan hikmah kejadian. Dunia ini sempurna diciptakannya dan manusia berkewajiban memelihara dan mengelolanya. Karena itu Allah lebih memuliakan manusia sebagai ciptaan-Nya di antara ciptaan-Nya yang lain. Allah telah memberikan masa, waktu, sehingga manusia dapat mengatur dirinya sendiri. Manusia kemudian membagi waktu tersebut antara siang dan malam dengan membuat hitungan jam, hari, bulan dan tahun. Dalam Islam ada 12 bulan dalam setahun yang setiap bulannya terdapat 29 atau 30 hari yang disebut tahun hijriah. Tiap bulan ada peristiwa yang terjadi dan amalan yang dilakukan, baik wajib seperti puasa di bulan Ramadhan (bulan ke 9), maupun amalan sunat seperti puasa enam di bulan syawal atau yang lain.

Dalam hal ini sehubungan dengan masuknya kita dalam bulan Dzulhijjah, ada beberapa halyang dapat kita lakukan sehubungan dengan amalan yang dapat kita kerjakan di bulan ini sebagai tanda dan ungkapan syukur kita kepada Allah swt, di antaranya melaksanakan ibadah haji, qurban, 'idul adha, maupun puasa sunat.

Sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah

1.Dalam surat al-Fajr (Q.S.89:1-2)Allah berfirman: "Demi fajar"(1) , "demi malam yang sepuluh" (2). Ahli tafsir menafsirkan malam yang sepuluh tersebut antara lain: Malam sepuluh terakhir dari bulan Ramadhan, ada pula yang mengatakan sepuluh yang pertama dari bulan Muharram, termasuk di dalamnya hari As-Syura, adapula yang mengatakan sepuluh malam pertama di bulan Dzulhijjah(Al-Imam Ibn. Katsir rahimahullah diriwayatkan oleh Imam Bukhari) 2. Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

ما من أيام العمل الصالح فيهن أحب إلى الله من هذه الأيام العشر. قالوا: ولا الجهاد في سبيل الله؟ قال: ولا الجهاد في سبيل الله إلا رجلٌ خرج بنفسه وماله فلم يرجع من ذلك بشيء.

“Tidak ada hari-hari di mana amalan shalih yang dikerjakan di dalamnya lebih dicintai oleh Allah daripada sepuluh hari ini. Para shahabat bertanya: Termasuk pula jihad fi sabilillah? Beliau bersabda: Ya, termasuk pula jihad fi sabilillah, kecuali seseorang yang keluar dengan jiwa dan hartanya dan tidak kembali darinya sedikit pun.” (HR. Al-Bukhari, Abu Dawud, At-Tirmidzi. Lafazh ini adalah lafazh Abu Dawud)

3. Allah ta’ala berfirman:

وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَّعْلُومَاتٍ.

“Dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan.” (Al Hajj: 28)

Ibnu ‘Abbas berkata: “(Yakni) sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah.” (Tafsir Ibni Katsir).

4. Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

ما من أيام أعظم عند الله سبحانه ولا أحب إليه العمل فيهن من هذه الأيام العشر؛ فأكثروا فيهن من التهليل والتكبير والتحميد.

“Tidak ada hari yang lebih agung dan lebih dicintai di sisi Allah subhanahu wata’ala jika amalan shalih dikerjakan di dalamnya daripada sepuluh hari ini, maka perbanyaklah tahlil, takbir, dan tahmid pada hari-hari tersebut.” (HR. Ahmad)

5. Sa’id bin Jubair rahimahullah -dan beliau yang meriwayatkan hadits Ibnu ‘Abbas (poin no. 2) di atas- ketika telah memasuki sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah, beliau sangat bersungguh-sungguh untuk beribadah sampai-sampai hampir beliau tidak mampu untuk mengerjakannya. (HR. Ad-Darimi)

6. Ibnu Hajar dalam Fathul Bari berkata: “Dan yang tampak dari sebab diistimewakannya sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah adalah karena waktu tersebut merupakan tempat berkumpulnya (dan ditunaikannya) induk dari berbagai macam ibadah, yaitu shalat, puasa, shadaqah, dan haji. Itu semua tidak terjadi pada waktu yang lain.”

Amalan Yang Disunnahkan

Untuk Dikerjakan Pada 10 Hari Pertama Dzulhijjah

1. Shalat

Disunnahkan untuk bersegera menunaikan (shalat) fardhu dan memperbanyak yang sunnah, karena ini adalah termasuk amalan yang paling afdhal untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Shahabat Tsauban radhiyallahu ‘anhu berkata : Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

عليك بكثرة السجود لله، فإنك لا تسجد لله سجدة إلا رفعك الله بها درجة، وحطَّ عنك بها خطيئة.

“Wajib atas kamu untuk memperbanyak sujud kepada Allah, karena seseunnguhnya tidaklah kamu bersujud kepada Allah sekali saja melainkan Allah akan mengangkat satu derajatmu dan Allah akan menghapus satu kesalahan darimu.” (HR. Muslim).

Dan ini (bersujud) mencakup semua waktu, kapan pun dilaksanakan.

2. Puasa

Karena puasa termasuk dalam keumuman amal shalih (yang disunnahkan untuk diperbanyak pada hari-hari itu). Dari Hunaidah bin Khalid, dari istrinya, dari sebagian istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dia berkata:

كان رسول الله يصوم تسع ذي الحجة، ويوم عاشوراء، وثلاثة أيام من كل شهر.

“Dahulu Rasulullah berpuasa pada hari kesembilan bulan Dzulhijjah, dan hari ‘asyura’ (tanggal sepuluh Muharram), dan tiga hari pada setiap bulannya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan An Nasa’i).

Al-Imam An-Nawawi mengatakan tentang puasa pada sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah bahwa itu adalah amalan yang sangat disenangi (disunnahkan).

3. Takbir, Tahlil, Tahmid

Berdasarkan hadits dari Ibnu ‘Umar yang telah disebutkan di atas:

فأكثروا فيهن من التهليل والتكبير والتحميد.

“Maka perbanyaklah tahlil, takbir, dan tahmid pada hari-hari tersebut.”

Al-Imam Al-Bukhari rahimahullah berkata: “Ðahulu Ibnu ‘Umar dan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhuma keluar menuju pasar pada sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah dan bertakbir, kemudian orang-orang pun juga ikut bertakbir ketika mendengar takbir keduanya.”

Beliau (Al-Imam Al-Bukhari) juga berkata: “Dan ‘Umar dahulu bertakbir di kubahnya di Mina, maka kemudian orang-orang yang berada di dalam masjid mendengarnya dan mereka pun ikut bertakbir, dan orang-orang yang berada di pasar pun juga ikut bertakbir sampai-sampai Mina bergetar disebabkan suara takbir mereka.”

Dan Ibnu ‘Umar dahulu bertakbir di Mina pada hari-hari tersebut, dan juga bertakbir setiap selesai mengerjakan shalat, bertakbir ketika berada di atas ranjangnya, di dalam kemahnya, di majelisnya, dan di setiap perjalanannya pada hari-hari tersebut.

Dan disenangi (disunnahkan) untuk mengeraskan bacaan takbir sebagaimana yang dilakukan Umar, anaknya (yakni Ibnu ‘Umar), dan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhum.

Sudah sepantasnya bagi kita kaum muslimin untuk menghidupkan kembali sunnah tersebut yang sudah hilang pada zaman ini dan hampir dilupakan bahkan oleh ahlu ash shalah wal khair (orang-orang yang memiliki kebaikan dan keutamaan) sekalipun. Dan yang memprihatinkan adalah apa yang terjadi sekarang justru menyelisihi amaliyah yang biasa dilakukan as salafush shalih.

Lafazh Takbir

Ada tiga lafazh,

Pertama :

الله أكبر. الله أكبر. الله أكبر كبيراً.

Kedua :

الله أكبر. الله أكبر. لا إله إلا الله. والله أكبر. الله أكبر ولله الحمد.

Ketiga :

الله أكبر. الله أكبر. الله أكبر. لا إله إلا الله. والله أكبر. الله أكبر. الله أكبر ولله الحمد.

4. Puasa hari Arafah

Puasa pada hari Arafah sangat ditekankan berdasarkan sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam tentang puasa hari Arafah:

أحتسب على الله أن يكفر السنة التي قبله والسنة التي بعده.

“Aku berharap kepada Allah untuk menghapus dosa setahun sebelumnya dan setahun setelahnya.” (HR. Muslim).

Beliau juga bersabda ketika ditanya tentang puasa ‘Arafah :

يكفر السنة الماضية والباقية

“(Puasa Arafah tersebut) menghapuskan dosa satu tahun yang lalu dan yang akan datang.” (HR. Muslim)

Akan tetapi barangsiapa yang berada di Arafah -yakni sedang beribadah haji-, maka tidak disunnahkan baginya berpuasa karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melakukan wuquf di Arafah dalam keadaan berbuka (tidak berpuasa).

Keutamaan Hari Nahr [1]

Kebanyakan kaum muslimin melalaikan hari ini, kebanyakan kaum mukminin pun lalai dari kemuliaan dan keutamaannya yang sangat besar, banyak, dan melimpah pada hari tersebut. Demikianlah, padahal sebagian ‘ulama berpendapat bahwa hari itu adalah hari yang paling afdhal (utama) dalam setahun secara mutlak termasuk juga (lebih afdhal daripada) hari Arafah.

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: “Sebaik-baik hari di sisi Allah adalah hari Nahr, dan dia adalah hari Haji Akbar.”

Sebagaimana yang disebutkan dalam Sunan Abi Dawud dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda:

إن أعظم الأيام عند الله يوم النحر، ثم يوم القرِّ.

“Sesungguhnya hari yang paling agung di sisi Allah adalah hari Nahr, kemudian hari Al Qarr.”

Hari Al Qarr adalah hari ketika berada di Mina, yaitu hari ke-11 (bulan Dzulhijjah).

Pendapat lain mengatakan bahwa hari Arafah afdhal (lebih utama) daripada hari Nahr, karena puasa yang dikerjakan pada hari itu akan menghapus kesalahan yang dilakukan selama dua tahun (setahun sebelumnya dan setahun setelahnya), dan tidak ada hari yang Allah membebaskan hamba dari Neraka lebih banyak daripada pada hari Arafah, dan juga karena Allah subhanahu wata’ala akan mendekat kepada hamba-hamba-Nya pada hari itu kemudian Allah akan membanggakan orang-orang yang wuquf di hadapan para malaikat.

Yang benar adalah pendapat pertama, karena hadits yang menunjukkan hal tersebut tidak ada satu dalil pun yang menyelisihinya.

Sama saja apakah yang afdhal (lebih utama) itu hari Nahr atau hari Arafah, maka setiap muslim hendaknya bersemangat, baik dia sedang berhaji maupun sedang mukim (tidak berhaji) untuk meraih keutamaannya dan memanfaatkan kesempatan pada hari itu (untuk banyak melakukan amalan kebajikan).

Bagaimana Menyambut Musim (masa-masa) yang Penuh Kebaikan?

1. Sudah sepantasnya bagi seorang muslim untuk menyambut setiap musim (masa-masa) yang penuh kebaikan dengan taubat yang jujur dan sebenar-benarnya, dengan meninggalkan segala bentuk perbuatan dosa dan maksiat karena sesungguhnya dosa-dosa itu akan menyebabkan seseorang diharamkan dari keutamaan Rabbnya dan akan menghalangi hati dari Penolongnya (Allah ta’ala).

2. Demikian pula hendaknya musim (masa-masa) yang penuh kebaikan itu disambut dengan tekad yang jujur dan kesungguhan untuk memanfaatkan masa tersebut dengan menjalankan amalan yang bisa mendatangkan ridha Allah ‘Azza wa Jalla. Barangsiapa yang jujur kepada Allah, maka Allah akan membenarkannya.

وَالَّذِينَ جَاهَدُواْ فِينَا لَنَهدِيَنَّهُمّ سُبُلَنَا.

Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. (Al-’Ankabut: 69)

Wahai saudaraku muslim, bersemangatlah untuk memanfaatkan kesempatan ini sebelum lewat darimu, yang akan menyebabkan kamu menyesal, tidak ada waktu untuk menyesal. Mudah-mudahan Allah memberikan taufiq kepadaku dan kepada kamu untuk bisa memanfaatkan musim (masa-masa) yang penuh kebaikan ini, dan kami memohon kepada-Nya pertolongan agar bisa menjalankan ketaatan dan bagusnya ibadah kepada-Nya pada masa tersebut.

Sekelumit Hukum-Hukum terkait dengan Al-Udh-hiyah (Qurban) dan Pensyari’atannya

Al-Udh-hiyah adalah hewan ternak yang disembelih pada hari-hari Adh-ha disebabkan adanya ‘Id (Hari Raya), dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah ‘azza wajalla.

Amalan ini merupakan salah satu bentuk ibadah yang disyari’atkan dalam Kitabullah, Sunnah Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam, dan ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin.

Adapun dalam Kitabullah, Allah ta’ala berfirman:

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ.

“Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu dan berqurbanlah.” (Al-Kautsar: 2)

Dan firman-Nya:

قُلْ إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ. لا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ.

“Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, sesembelihanku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).” (Al-An’am: 162-163)

Waktu Pelaksanaan Al-Udh-hiyah

Al-Udh-hiyah adalah ibadah yang tertentu waktunya, bagaimanapun kondisinya tidak boleh dilaksanakan sebelum waktunya, dan tidak boleh pula dilaksanakan setelah keluar dari waktunya, kecuali jika mengakhirkannya dalam rangka mengqadha’ disebabkan ‘udzur tertentu.

Awal waktu pelaksanaannya adalah setelah shalat ‘Id bagi yang mengerjakan shalat ‘Id, seperti orang-orang yang tinggal di daerahnya (tidak dalam keadaan safar). Atau juga dilaksanakan setelah ada kesempatan bagi orang-orang yang tidak mengerjakan shalat ‘Id, seperti musafir dan penduduk yang tinggal di pedalaman (Badui).

Barangsiapa yang menyembelih sebelum shalat (’Id) maka hewan yang disembelih tadi adalah hewan sembelihan biasa, bukan termasuk Udh-hiyah dan wajib untuk menyembelih lagi dengan tata cara yang sama setelah shalat sebagai penggantinya, hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dari Al-Barra’ bin Azib radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

من ذبح قبل الصلاة فإنما هو لحم قدمه لأهله ، وليس من النسك في شيء.

“Barangsiapa yang menyembelih sebelum shalat, maka sesungguhnya itu hanya daging sembelihan biasa yang disuguhkan untuk keluarganya saja, dan bukan termasuk nusuk (sembelihan qurban) sedikitpun.” (Ahmad dan Ibnu Majah)

Dan diriwayatkan pula oleh Al-Bukhari dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

ومن ذبح بعد الصلاة فقد تم نسكه ، وأصاب سنة المسلمين.

“Dan barangsiapa yang menyembelih setelah shalat, maka sempurnalah nusuk (ibadah qurban)nya dan mencocoki sunnah kaum muslimin.”

Jenis (Keadaan) Hewan Yang Layak dan Memenuhi Kriteria Untuk Dijadikan Hewan Qurban

Hewan yang dijadikan qurban adalah dari jenis hewan ternak saja, berdasarkan firman Allah ta’ala:

وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكاً لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الأَنْعَامِ.

“Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syari’atkan penyembelihan (qurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah dirizkikan Allah kepada mereka.” (Al-Hajj: 34).

Hewan ternak yang dimaksud di sini adalah unta, sapi, kambing baik dari jenis dha’n (domba) maupun ma’z (kambing jawa). Demikain yang dinyatakan Ibnu Katsir, dan beliau berkata: “Ini adalah pendapat Al-Hasan, Qatadah, dan yang lainnya. Ibnu Jarir berkata: Demikian juga jenis seperti inilah yang dimaksud di kalangan orang Arab.” -selesai penukilan-.

Dan juga berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:

لا تذبحوا إلا مسنة إلا أن تعسر عليكم فتذبحوا جذعة من الضأن.

“Janganlah kalian menyembelih (hewan qurban) kecuali musinnah. Kecuali jika kalian kesulitan mendapatkannya, maka dibolehkan bagi kalian untuk menyembelih jadza’ah (yang berumur muda) dari jenis dha’n.” (HR. Muslim)

Musinnah adalah Tsaniyah. Tsaniyah pada Unta adalah unta yang genap berumur lima tahun. Tsaniyah pada Sapi adalah sapi yang genap berumur dua tahun. Tsaniyah pada Kambing (baik dari jenis dha’n maupun ma’z) adalah yang genap berumur satu tahun.

Adapun jadza’ dari jenis dha’n adalah yang genap berumur setengah tahun.

Dan juga karena Udh-hiyah adalah merupakan ibadah sebagaimana Hadyu (sesembelihan yang dilakukan jama’ah haji), sehingga amalan ini tidak disyari’atkan kecuali dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Tidak pernah dinukilkan dari beliau bahwa beliau menyembelih untuk hadyu maupun qurban dari selain unta, sapi, dan kambing.

Demikianlah beberapa amalan dan peristiwa penting yang terdapat di bulan Dzulhijjah ini semoga kita dapat melaksanakannya sebagai ungkapan cinta kita kepada Allah swt. Semoga Allah mengampuni setiap kesalahan kita. Amin ya Rabbal 'Alamin. Wallahu'alam bissawab.
dikutip dari beberapa sumber:(Syaamil Al Qur'an, muslim.or.id, situs ma'had as salafy dan berbagai sumber)